Judul Buku : Gerakan Politik Anggaran Pro Rakyat di Parlemen
Penulis : R Ferdian Andi R
Cetakan : I, September 2014
Halaman : xvii + 195
Penerbit : Change
Buku ini merupakan dokumentasi gerakan “Kaukus Ekonomi Konstitusi” di DPR periode 2009-2014. Kaukus ini memang tak banyak publik yang tahu. Penulis buku ini menyebutnya, kaukus ini sebagai gerakan politik sunyi. Ya, karena memang tindakan politik kaukus ini jauh dari politik panggung Senayan.
Kondisi ini dapat dimaklumi, materi yang disuarakan penggiat Kaukus Ekonomi Konstitusi bukanlah isu populis yang bernuansa intrik khas di DPR. Namun, yang ditonjolkan adalah gerakan falsafah kebangsaan yang menempatkan konstitusi ekonomi sebagai pijakannya. Menariknya lagi, kaukus ini diisi oleh aktivis partai politik lintas fraksi di DPR. Singkat kata, politik yang berjangka pendek, nyaris tidak muncul dalam kaukus ini.
Buku ini dibagi dengan lima bab. Bab pertama berisi tentang kronologi, argumentasi serta landasan konstitusional pendirian kaukus yang dipimpin oleh Arif Budimanta, politisi PDI Perjuangan itu. Menariknya, di bab ini juga dipasang sejumlah foto para peneken kaukus ini. Bagian ini tentu menambah gymick dari buku ini. Hal serupa juga mudah dijumpai dengan bagan dan tabel, yang mempermudah memahami isi buku ini.
Salah satu isu yang kuat di bab ini terkait dengan pijakan konstitusional tentang istilah “Ekonomi Konstitusi”. Di pembahasan ini dijelaskan tentang amanat konstitusi di bidang ekonomi, khususnya di Pasal 33 UUD 1945. Norma lainnya yang juga menjadi core dari gerakan ini yakni di Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 yang berisi APBN sepenuhnya diperuntukkan kemakmuran rakyat.
Bab II dan Bab III menjadi inti dari buku ini. Bab II berisi gerakan nyata sekaligus capaian yang telah dilakukan oleh para pegiat kaukus ini. Seperti dalam APBN Tahun 2011 menjadi sejarah pertama dalam APBN di Republik Indonesia, tentang target penurunan angka kemiskinan serta setiap angka pertumbuhhan 1 persen harus bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 400 ribu tenaga kerja. Hal serupa juga terjadi di APBN 2012, APBN 2013, dan APBN 2014.
Isu-isu aktual juga tak luput disinggung di bab II ini. Seperti persoalan polemik subsidi energi yang senantiasa menjadi isu panas setiap pemerintahan. Soal kedaulatan pangan yang hari-hari ini kita mengalami lonjakan harga beras yang signifikan termasuk isu soal keuangan daerah dan pusat. Di bagian ini sejumlah tawaran solusi dihadirkan.
Adapun di Bab III, menjadi soft ware dari narasi besar yang ditawarkan di buku ini yakni berupa gerakan politik anggaran yang pro rakyat. Penulis memulai dengan mengingatkan tentang fungsi DPR yang cukup penting yakni hak budgeting. Hanya saja, dalam praktiknya, fungsi konstitusional ini tidak berjalan dengan maksimal.
Alih-alih DPR mampu melaksanakan fungsinya dengan baik, dalam praktiknya DPR hanya menjadi lalu lintas pembahasan anggaran saja. Itu dibuktikan saat menjelang pengesahan APBNP 2015 pada awal Februari lalu, sejumlah pimpinan komisi dan anggota DPR protes terkait dengan perubahan anggaran yang tanpa sepengetahuan mereka.
Penulis buku ini menawarkan gagasan agar alur pembahasan diubah secara signifikan. Tujuannya agar DPR dapat memiliki waktu dalam pembahasan anggaran. Lebih dari itu, semakin ruang pembahasan terbuka di DPR, secara linier ruang partisipasi publik juga terbuka dalam pembahasan anggaran. Partisipasi masyarakat menjadi syarat mutlak dalam pembahasan sebuah UU, tak terkecuali UU APBN.
Di bab IV, berisi aktor penting di balik keberadaan Kaukus Ekonomi Konstitusi ini. Ada Arif Budimanta, mantan aktivis HMI yang berkiprah di PDI Perjuangan ini cukup menonjol dalam keberadaan perkumpulan politisi lintas partai ini. Ada juga Laurens Bahang Dama, politisi PAN yang meninggal dunia pada Agustus 2014 lalu yang memiliki mimpi pembangunan infrastruktur di daerah serta pemerataan pembangunan di daerah-daerah khususnya di wilayah Indonesia Timur.
Kemudian ada Kamarudin Sjam, politisi Partai Golkar yang cukup rinci tentang dengan anggaran negara. Maklum saja, ia bekas petinggi di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Ada juga Sadar Subagyo, politisi Partai Gerindra yang kuat di data sehingga memperkaya isi buku ini. Di bagian lain, vokalis Senayan, Ahmad Yani yang cukup “ideologis” dalam menyuarakan gagasannya dengan mendorong revitalisasi trisakti Bung Karno yakni kedaulatan ekonomi. Bagi kader PPP ini, kedaulatan ekonomi merupakan harga mati.
Penulis buku yang berlatar belakang sebagai aktivis, akademisi serta jurnalis tampak tercermin dari buku ini. Baik dari segi penyajian maupun dari sisi isi yang terkandung. Lebih dari itu, latar belakang penulis yang berasal dari keluarga agraris (Jember, Jawa Timur), tampak kesan ingin menyuarakan kelompok pinggiran khususnya petani cukup menonjol. Buku ini bisa juga disebut sebagai bentuk kegalauan dari seorang anak petani.